MEMAHAMI KARAKTERISTIK KEMISKINAN DI INDONESIA
Tahukah anda jika menurut data BPS per Maret 2011 jumlah orang miskin
di Indonesia tercatat sebanyak 30,02 juta jiwa atau sekitar 12,49
persen dari jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan. Angka
kemiskinan itu didapat dengan cara menjumlahkan seluruh penduduk
Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan yaitu dibawah Rp253ribuan
untuk penduduk yang tinggal dikota dan Rp233ribuan untuk yang tinggal
di desa. Lalu apakah 87,5 persen penduduk sisanya hidup sejahtera?
jawabannya tentu saja tidak, karena dengan garis kemiskinan yang minim
dan berada dibawah standar internasional saja jumlah orang yang hampir
miskin (hidup sedikit diatas garis kemiskinan) ada sejumlah 27,14 juta
jiwa atau 11,29 persen dan penduduk golongan ini sangat rentan untuk
menjadi miskin seperti misalnya jika salah seorang keluarganya
terserang penyakit ataupun jika harga BBM naik sedikit saja pada tengah
malam nanti maka boleh jadi penduduk golongan ini akan bangun dipagi
hari dengan predikat sebagai orang miskin.
Untuk mencari solusi penyelesaian kemiskinan, maka ada baiknya agar kita mengetahui karakteristik kemiskinan di Indonesia. Pertama, disparitas
tingkat kemiskinan antar daerah di Indonesia sangat tinggi dimana
tingkat kemiskinan di DKI Jakarta relative rendah yakni sebesar 3,7
persen sedangkan di papua hampir 32 persen penduduknya miskin. Kedua,
sebagian besar masyarakat miskin berada didaerah pedesaan dan bekerja
disektor pertanian. Ketiga, banyak penduduk yang keluar masuk antara golongan miskin menjadi hampir miskin dan sebaliknya.
Melihat gambaran kemiskinan yang terjadi di Indonesia, tidaklah menjadi
suatu yang aneh atau sudah menjadi suatu kewajaran karena (1)
pembangunan yang terjadi masih sangat timpang antara daerah, dimana
kota-kota besar seperti Jakarta melesat maju semakin jauh meninggalkan
daerah lain seperti Papua. (2) hampir 70 persen tenaga kerja Indonesia
bekerja di sektor informal yang memiliki tingkat kesejahteraan yang
relatif rendah. (3) harga produk-produk pertanian yang sangat
fluktuatif sehingga kehidupan para petani tidak memiliki kepastian, hal
ini diperparah dengan kebijakan disektor pertanian yang tidak jelas dan
sering berubah-ubah. (4) tindakan konglomerasi yang masih terjadi
hingga saat ini, tentu masih hangat pengumuman sebuah majalah mengenai
40 orang terkaya di Indonesia yang jika dijumlahkan hartanya mencapai
10 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang
jumlahnya saat ini Rp7.396 triliun. (5) kebijakan penanggulangan
kemiskinan yang dilakukan pemerintah pun lebih bersifat politis dan
sementara yakni dengan hanya sekedar memberikan bantuan langsung
sehingga konsumsinya dapat meningkat hingga melewati garis kemiskinan.
Alhasil ketika penduduk tersebut keluar dari garis kemiskinan dan tidak
lagi memperoleh bantuan, seketika itu pula penduduk tersebut menjadi
miskin kembali.
Padahal UUD 1945 pasal 27 Ayat (2) secara
eksplisit menyebutkan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Artinya sudah
menjadi hak masyarakat untuk memperoleh tidak hanya pekerjaan dan
kehidupan tetapi pekerjaan dan penghidupan yang layak. Oleh karena itu
tidak dibenarkan oleh konstitusi jika kemiskinan menjadi hal yang wajar
di negeri ini. Jika pemerintah sepakat dengan hal ini maka
langkah-langkah yang harus diperbuat juga harus sesuai antara lain
implementasi terhadap pemerataan pembangunan bukan hanya sekedar master
plan, membuka lapangan pekerjaan pada sektor-sektor formal yang
produktif bukan sekedar memberikan bantuan langsung yang hanya
mendorong konsumsi jangka pendek, memberikan perhatian lebih kepada
sektor pertanian terutama pengadaan asuransi pertanian sehingga
pertanian menjadi sektor usaha yang bankable, mengalokasikan anggaran belanja pemerintah sesuai dengan UUD Pasal 23 ayat(1) yakni untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Secara ringkas pengentasan kemiskinan membutuhkan peran negara yang
cukup besar dengan cara memberikan bantuan kepada rakyat miskin agar
lebih produktif sehingga rakyat miskin tidak hanya merasa dibantu
tetapi juga didik untuk tetap punya harga diri.sumber :http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2011/12/02/memahami-karakteristik-kemiskinan-di-indonesia/
0 komentar:
Posting Komentar