Al Ustadz Ja’far
Shalih
Ketika seseorang telah mengetahui
kebenaran dan mengamalkannya, maka tahapan selanjutnya adalah
mendakwahkan kebenaran yang ia pegang dan bersabar dalam
mendakwahkannya. Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam dan generasi
salaf terdahulu adalah sebaik-baik tauladan dalam hal ini. Sehingga
merekalah golongan pertama yang berhak mendapatkan keberuntungan dan
selamat dari termasuk golongan yang merugi. Allah Ta’ala berfirman (yang
artinya), "Demi Masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada
dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal
saleh, dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran, dan nasehat
menasehati supaya menetapi kebenaran." (Al Ashr:1-3)
Sudah menjadi ciri dan karakter
seorang ahlussunnah berdakwah ke jalan Allah
Ta’ala di atas bashirah. Allah Ta’ala berfirman dalam
kitab-Nya yang mulia (yang artinya),"Katakanlah, "Inilah jalanku
(agamaku). Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada
Allah dengan hujjah yang nyata. Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk
orang-orang yang musyrik"." (Yusuf:108)
As Syaikh Rabi’ Hafidzahullah
berkata, "Sepertinya sebaik-baik yang pernah dikatakan tentang kedudukan
dakwah ke jalan Allah Ta’ala adalah apa yang dikatakan oleh Al Imam
Ibnul Qayyim Rahimahullan," Maka berdakwah ke
jalan Allah Ta’ala adalah peran para Rasul dan pengikut mereka…. Dan
menyampaikan sunnah-sunnahnya kepada ummat lebih utama dari melemparkan
anak-anak panah ke leher-leher musuh. Karena melemparkan anak-anak panah
bisa dilakukan oleh semua orang, sedangkan menyampaikan sunnah-sunnah
tidak bisa diemban kecuali oleh pewaris para Nabi dan pengganti mereka
pada ummatnya"." An Nashihah karya Asy Syaikh Rabi’ Al Madkhali
Hafidzahullah (hal 9 cetakan Daarul Minhaj)
Dan diantara keutamaan berdakwah ke jalan Allah Ta’ala adalah, ia
merupakan benteng yag kokoh bagi ummat dan masyarakat dari musibah dan
bencana. Allah Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia (yang
artinya), "Maka mengapa tidak ada dari ummat-ummat yang sebelum kamu
orang-orang yang mempunyaikeutamaan yang
melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali
sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah kami selamatkan di
antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan
yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang
berdosa. Dan Rabbmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri
zalim, sedangkan penduduknya orang-orang yang melakukan perbaikan" (Huud:
116-117)
As Syaikh Saliim Al Hilali
Hafidzahullah berkata, "Ayat ini merupakan isyarat yang menyingkap salah
satu dari sunnah-sunnah Allah Ta’ala pada umat-umat terdahulu. Maka
umat yang rusak dengan penghambaan kepada selain Allah Ta’ala pada salah
satu dari bentuk-bentuknya, kemudian ada yang bangkit mengingkarinya
merekalah ummat yang selamat, mereka tidak dihukum dengan adzab dan
kebinasaan. Sedangkan ummat yang merebak di sana kedzaliman dan
kerusakan dan tidak ada yang mengingkarinya atau ada yang mengingkarinya
tapi tidak membekas pada kondisi yang rusak maka sesungguhnya
sunnatullah berlaku pada mereka dan membinasakan mereka dengan
sejadi-jadinya…. Dari sini tampaklah nilainya dakwah ke jalan
Allah Ta’ala dan nilai upaya membersihkan bumi Allah Ta’ala dari
kerusakan yang menyelimutinya karena ia merupakan benteng yang kokoh
bagi ummat dan masyarakat". Lihat Bahjatun Nadzirin (1/34
cetakan Daar Ibnul Jauzi).
Lalu apa yang dimaksud dengan berdakwah ke jalan Allah Ta’ala? Berkata Asy
Syaikh Rabi’ Al Madkhali Hafidzahullah di dalam kitabnya An Nashihah
(hal 8-9), "Pengertian paling afdhal tentang dakwah ke jalan Allah
Ta’ala menurutku adalah apa yang pernah diterangkan oleh Ibnu Taimiyah
Rahimahullah, ia berkata, "Berdakwah ke jalan Allah Ta’ala
adalah berdakwah kepada keimanan kepada-Nya
dan kepada dan setiap apa yang dibawa oleh Rasul-Rasul-Nya dengan
membenarkan setiap berita yang mereka bawa dan menaati setiap
perintahnya". Dan terkandung pada yang demikian itu dakwah
kepada 2 kalimat syahadat, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa
Ramadhan dan pergi haji ke baitullah. Juga terkandung padanya dakwah
kepada keimanan kepada Allah Ta’ala, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan keimanan kepada hari kebangkitan
setelah kematian serta beriman kepada takdir yang baik dan takdir yang
buruk, dan berdakwah agar setiap orang
beribadah kepada Allah seolah-olah ia melihat-Nya.
Sesungguhnya ketiga derajat ini
yaitu Islam, Iman, Ihsan adalah agama Allah Ta’ala….Maka berdakwah ke jalan Alah Ta’ala dan intinya adalah
peribadahan kepada-Nya semata dan tidak menyekutukan-Nya sebagaimana
untuk itulah para rasul diutus dan kitab-kitab diturunkan".
Majmu Fatawa (15/160).
Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi
Wasallam dan para shahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka di
atas kebaikan telah bangkit mengemban tanggung jawab yang mulia ini,
menyampaikan agama Allah Ta’ala ke segenap penjuru dunia dengan penuh
pengorbanan tanpa mengenal lelah, menyeru kepada tauhid dan memerangi
kesyirikan dalam rangka merealisasikan firman Allah Ta’ala (yang
artinya), "Serulah (manusia) pada jalan Rabbmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik."(An
Nahl:125)
Dan Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi
Wasallam juga mengutus utusan-utusan semuanya di atas tujuan yang sama,
membersihkan bumi Allah Ta’ala dari najis-najis kesyirikan. Allah
Ta’ala berfirman (yang artinya), "Dan perangilah mereka itu sehingga
tidak ada fitnah lagi dan sehingga agama itu hanya untuk Allah belaka.
Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu) maka tidak ada permusuhan
(lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim."(Al Baqarah:193)
Al Imam Ibnu Jarir At Thabari di
dalam tafsirnya berkata, "Sehingga tidak ada kesyirikan kepada Allah
Ta’ala dan sehingga tidak ada satu pun diibadahi selain Dia dan
lenyaplah peribadahan kepada berhala dan sesembahan-sesembahan dan
tandingan-tandingan. Sehingga ibadah dan ketaatan hanyalah untuk Allah
semata."
Dan dalam riwayat hadits Abu
Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda (yang artinya), "Aku diperintahkan untuk memerangi sekalian
manusia sampai mereka mengucapkan Laa Ilaaha Ilallah, maka apabila
mereka mengucapkannya maka terlindungilah dariku darah-darah mereka dan
harta harta benda mereka kecuali dengan alasan yang dibenarkan dan
perhitungan mereka di sisi Allah."(Hadits Riwayat Muslim)
Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi
Wasallam pernah mengutus Muadz Bin Jabal Radhiyallahu ‘Anhu ke Yaman
dengan amanah, "Sesungguhnya kamu mendatangi Ahli Kitab, jadikanlah
dakwahmu (ajakanmu) yang pertama kepada mereka syahadat Laa Ilaaha
Ilallah-dan dalam riwayat yang lain agar mereka mentauhidkan Allah."(Mutafaqun
‘Alaih)
Dan Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi
Wasallam jug apernah mengutus Jarir Bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhu ke
Yaman, beliau berkata (yang artinya), "Maukah kamu menenangkan
hatiku menghancurkan Dzil Khalasah".Mutafaqun ‘Alaih dari Ibnu
Jarir Rahimahullah berkata, "Tidak ada yang paing meletihkan
hati Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam dari masih adanya segala
yang diibadahi selain Allah Ta’ala". Lihat Al Fath (8/72).
Dan begitu pula para shahabatnya
Radhiyallahu ‘Anhum yang berjalan di atas garis ini. Ali Bin Abi Thalib
Radhiyallahu ‘Anhu berkata kepada Abul Hayyaj, "Inginkankah kamu aku
utus seperti Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam dahulu mengutusku:
Jangan tinggalkan satu pun gambar makhluk hidup kecuali kamu hapus, dan
jangan pula kuburan yang ditinggikan kecuali kamu ratakan." Hadits
riwayat Muslim dari Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu.
Inilah manhaj para nabi
dan jalan yang wajib diikuti dalam berdakwah ke
jalan Allah Ta’ala. Abdullah Bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu
meriwayatkan dari Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, "Suatu hari
Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam membuatkan untuk kami sebuah
garis kemudian beliau berkata, "Inilah jalan Allah" Kemudian
beliau membuat untuk kami di samping kiri dan kanannya garis-garis yang
lain dan beliau berkata, "Sedangkan ini jalan-jalan, pada setiap
jalan tersebut ada syaithan yang mengajak kepadanya". Dan belian
Sholallahu ‘Alaihi Wasallam membaca, "Dan bahwa (yang Kami
perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah dia, dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan
Allah kepadamu agar kamu bertaqwa"(Al-An’am:153)".
Dan jalan yang dimaksud pada ayat
tersebut adalah apa yang dijelaskan pada ayat sebelumnya, yaitu yang
terdapat pada firman-Nya (yang artinya), "Katakanlah:Marilah
kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Rabbmu yaitu janganlah
kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,…. Demikian itu yang
diperintahkan oleh Rabbmu kepadamu agar kamu ingat"(Al-An’am:151:152).
Asy-Syaikh Rabi’ Hafidzahullah
berkata, "Maka berdakwah kepada tauhid
dengan semua jenisnya merupakan kaidah seluruh risalah dan wajib menjadi
kaidah para da’i yang menyeru ke jalan Allah ta’ala dari ummat ini pada
setiap zaman dan generasinya, mencontoh para Rasul yang mulia Alaihimus
Sholatu Wasallam dan meniti manhaj mereka yang bijak yang Allah Ta’ala
mebankan kepada mereka semua di dalam ayat-Nya, "Dan sesungguhnya
Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan):
Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah Taghut (peribadatan kepada
selainnya) itu".(An-Nahl:36)".
…Maka sudah menjadi kewajiban
bagi setiap pewaris nabi yang sebenarnya untuk berpegang dengan manhaj
ini dan tidak menyelisihinya berdasarkan alasan-alasan berikut:
1. Bahwa inilah manhaj yang
diridhai Allah Ta’ala untuk seluruh Nabi. Mereka berjalan di atasnya
mendakwahi ummat mereka sejak utusan Allah yang pertama sampai Nabi kita
Muhammad Sholallahu ‘Alaihi Wasallam. Maka keluar dari garis ini sama
saja mencampakkan perintah yang disyari’atkan-Nya dan dijalankan oleh
para Rasul-Nya. Dan sikap yang demikian tanpa mereka sadari mengandung
unsur mengkritik Allah Ta’ala, Rasul-Nya dan Kitab-Nya dan merupakan
sikap memojokkan ilmu dan hikmahnya Allah Ta’ala.
2. Bahwa para Nabi berpegang
dengannya dan semua mereka menerapkannya, yang mana hal ini menunjukkan
dengan jelas bahwa berdakwah ke jalan Allah
Ta’ala bukan termasuk perkara itjihadi sama sekali.
3. Bahwa Allah Ta’ala telah
mewajibkan pada Rasul-Nya yang kita semua diwajibkan untuk mengikutinya
untuk mencontoh dan menempuh manhaj para Rasul. Allah Ta’ala berfirman
setelah menyebut 13 Rasul-Nya (yang artinya), "Mereka itulah
orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah
petunjuk mereka."(Al-An’am:90)
Dan Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi
Wasallam telah menempuh jalan mereka dengan memulai dakwah dengan
tauhid dan menekankannya dengan tegas dengan perhatian yang kuat.
4. Tatkala dakwah mereka (para
Nabi dan Rasul) pada bentuk terbaiknya tercermin pada dakwah
Khalilullah Ibrahim -bapak para Nabi dan Qudwah mereka- Allah Ta’ala
semakin menambahkan penekanannya dengan memerintah Nabi kita Muhammad
Sholallahu ‘Alaihi Wasallam untuk mengikuti manhajnya. Dia berfirman
(yang artinya),"Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad): Ikutilah
agama Ibrahim seorang yang hanif. Dan bukanlah dia termasuk orang-orang
yang mempersekutukan Rabb."(An-Nahl:123).
Dan perintah untuk mengikutinya
termasuk juga perintah untuk mengambil ajarannya yang tidak lain adalah
tauhid dan memerangi kesyirikan, dan termasuk juga menempuh manhajnya
memulai dakwah dengan tauhid.
Dan Allah Ta’ala juga menambahkan
penekanan lain dalam perkara ini, Dia memerintahkan ummat Muhammad
Sholalallahu ‘Alaihi Wasallam untuk mengikuti ajaran Nabi yang hanif
ini. Dia berfirman, "Katakanlah:"Benarlah (apa yang difirmankan)
Allah". Maka ikutolah agama Ibrahim yang lurus, dan dia bukanlah
orang-orang yang musyrik." (Ali Imran:95)
Maka berdasarkan ini maka ummat
Islam seluruhnya diperintahkan untuk mengikuti ajarannya. Dan
sebagaimana sebagaimana tidak boleh melanggar ajarannya negitu pula
tidak boleh menyelisihi manhajnya dengan memulai dakwah kepada tauhid
dan menghancurkan kesyirikan dan sarana-sarana serta simbol-simbolnya.
5. Allah Ta’ala berfirman di
dalam kitab-Nya yang mulia, "Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul-Nya dan Ulil Amri diantara kamu. Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikan ia kepada
Allah (Al Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya) jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian.Yang demikian itu adalah lebih
baik bagimu dan lebih baik akibatnya."(An Nisaa’:59).
Apabila kita merujuk kepada Al
Qur’an kita mendapati bahwa rasul-rasul Allah seluruhnya memulai
dakwahnya dengan tauhid dan yang pertama-tama mereka larang dan mereka
peringatkan ummatnya darinya adalah kesyirikan. Dan kita juga mendapati
bahwa Allah Ta’ala telah memerintahkan kita untuk mengikuti mereka dan
menempuh jalan mereka.
Dan apabila kita merujuk kepada
Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa dakwah beliau dimulai
dengan dan berakhir dengan tauhid dan memerangi kesyirikan bahkan beliau
telah memerangi setiap simbol-simbol kesyirikan, sarana-sarana dan
sebab-sebabnya. An-Nashihah karya As Syaikh Rabi’ Hafidzahullah (hal
20-22).
Maka dengan uraian singkat ini
jelas bagi kita semua bahwa tidak adal pilihan lain bagi ummat ini untuk
meraih kejayaannya kecuali dengan cara menempuh keberhasilan Rasulnya
Sholallahu ‘Alaihi Wasallam.
Wallahu a’lam bis Shawab.
Sumber: Majalah As Salam No
IV/Tahun II - 2006 M/1427 H halaman 4-7
Judul Asli: "Keutamaan Berdakwah ke Jalan Allah"
Judul Asli: "Keutamaan Berdakwah ke Jalan Allah"
0 komentar:
Posting Komentar